Showing posts with label reality. Show all posts

Apa Kabar?

Hai, 

apa kabarmu disana?


Senja 

         datang menghampiriku..

Meninggalkan 
                     /bayang kisahmu


Bersamaku..



Calvina Adrilia
17th November 2017








Entah




Dingin, hampa.
Terasa menusuk sukmaku hingga hilang akal sehatku
Raut wajah tak asing menanti 
Layaknya sebuah patung yang membeku
Entah.. 
Entah apa yang harus kulakukan
Untuk membuatnya mencair

Takut, Resah
Medan magnet terlalu kuat
Untuk melawan bayangan yang menghantuiku
Layaknya air dalam sedotan
Entah..
Entah kutub mana yang tersedia
Untuk melawan semua itu

Ramai, gaduh.
Ya, mereka.
Suara teriakan di dalam otakku
Layaknya semut di sebuah makanan
Entah..
Entah apa yang kupikirkan
Untuk membuatku tetap di sini


Malam dengan tanda tanya


6th September 2016

Calvina Adrilia

Stories for Rainy Days




" It was a rainy day, 
with a hot darjeeling tea, 
warm striped blanket and polkadots socks.
 One perfect moment to read stories for cats."

Stories for Rainy Days, sebuah karya dari Naela Ali menjadi buku yang dicari beberapa waktu ini. Buku ini seolah - olah menjadi representasi luapan hati yang sering dialami di dalam kisah hidup hampir setiap orang. Terbagi dalam 35 cerpen pendek dan dibalut dengan gambar ilustrasi yang hangat, membuat tenang hati yang membacanya. Buku ini membantu kita untuk meratakan ingatan yang tidak terpikirkan saat semua orang sibuk dengan kesibukannya masing - masing.


18th August 2016

Calvina Adrilia


Satu hari = Seribu hari

Hari yang indah menyambut pagi yang kutunggu. Aku beranjak dari tempat tidurku, bersiap untuk memulai hari. Tawa dan senyum menghiasi raut muka kusut ini. Alangkah senangnya hari ini tiba. Hari dimana aku akan mengenakan pakaian yang sudah kusiapkan untuk menghabiskan waktu bersamanya hari ini. Ia mengajakku untuk keluar, semacam kencan kecil mungkin? Janji ini amat penting untukku, namun apakah sama pentingnya untuk dia?

Aku bersiap dan bergegas. Waktu menunjukkan pukul 10, berarti aku punya waktu 1 jam lagi untuk mempersiapkan diri. Rasanya aku ingin memberikan penampilan terbaikku di depannya. Di depan sesosok orang yang aku sayangi dan kagumi. Seusai aku membersihkan diri, kuambil pakaian yang sudah kusiapkan sebelumnya, dan menata muka ini dengan sedikit sentuhan make up. Tidak lupa aku memakai parfum yang baru diberikan papa dari America kemaren. 

Bunyi klakson mobil terdengar dari kejauhan. Bunyi itu rasanya memecahkan segalanya dan membuatku panik saat itu. Aku melihat dari jendela kamar ku dan betapa senangnya aku melihat orang yang kutunggu sedang menunggu ku disana. Di mobilnya yang biasa saja. Kuambil tas dan beberapa alat make up ku masukkan ke dalam tas dan aku segera turun menemui dia.

"Hai, udah nunggu lama ya?", sapaku kepada sesosok pria berkamata hitam dengan kemejanya yang rapi. "Tidak kok, ayo", jawabnya. Aku tidak pernah menyangka ia akan mengajakku pergi. Mungkin aku lebay atau berlebihan. Tapi siapa yang tidak senang apabila seseorang yang kita kagumi mengajak kita pergi bersama. 

Kami memutuskan untuk pergi ke cafe, mencoba sebuah cafe dessert baru di daerah PIK. Sebuah tempat yang nyaman untukku berbagi cerita bersamanya. Rasanya aku tidak mau memberhentikan ceritaku untuknya. Aku mengenal dirinya seperti aku mengenal diriku sendiri. Aku mengetahui banyak hal dengannya. Nyaman, damai, itulah yang kurasakan bila bersama.

Namun ketika waktu harus mengusaikan segala ini. Aku hanya selalu berharap untuk dapat memutar waktu. Satu hari ini terasa seperti seribu hari sudah aku bersamanya. Aku dapat membayangkan sesosok itu selalu ada bersamaku setiap hari, melakukan hal yang sama dan ia menjadi milikku. Aku membayangkan segala sesuatu yang indah bersamanya. Namun apa harus dikata, dia sudah memilikinya. Sesosok yang ia pilih. Dan aku hanya dapat menjaga kenangan ini walau cuma satu hari bersamanya. 



17 January 2015
Calvina Adrilia

Takdir Hidup

Cuaca cerah menyambut pagi yang indah ini. Kicauan burung dan matahari yang menyinari tidak henti – hentinya bergembira. Lain halnya dengan Angel. Yah, Angel namanya. Seorang yang ditinggal oleh kedua orangnya karena hal yang mengenaskan itu. Peristiwa itu membuat Angel selalu menutup dirinya. Memilih bungkam dan berdiam itulah yang dilakukannya 2 tahun belakangan ini.

Dahulu Angel adalah anak yang periang. Ia tidak pernah lupa tersenyum kepada semua orang yang ia temui. Banyak orang yang menyayanginya dan memberikan kasih sayang. Ia bahagia akan itu. Sayangnya sekarang hidupnya serasa ditimpa batu yang keras. Setelah kedua orang tuanya meninggal di dalam kecelakaan pesawat itu, ia menjadi berubah. Angel yang dulu bukanlah Angel yang sekarang. Ia selalu menyendiri, bahkan ia menutup diri dari orang – orang. Ia merasa bahwa dunia tidak adil baginya.

Berbagai cara dilakukan agar Angel kembali menjadi seorang yang periang, tetapi sayangnya tidak ada yang pernah berhasil meyakinkan Angel. Ia seperti orang yang sakit sekarang. Aku sebagai teman baiknya merasa tidak sepantasnya ia seperti itu. Pilu dan pedih selalu menyelimutiku apabila melihat keadaan Angel sekarang. Teman sebangkuku sekarang kosong karena Angel tidak pernah kembali bersekolah lagi. Aku terus bertanya – Tanya di dalam hati kenapa orang sebaik Angel bisa mendapat musibah seperti itu.

Suatu hari aku memberanikan diri untuk menemui Angel dirumahnya. Rasa rindu padanya begitu meluap ketika aku menginjakan kaki di depan rumahnya. Selain itu banyak pertanyaan yang tergiang di otakku. Apa yang akan ia lakukan ketika ia melihatku? Apa ia akan marah kepadaku? Atau ia memilih diam sambil melihat ke arahku. Aku memberanikan diri untuk memencet bel rumahnya. Terlihat Mbok Ina pembantu kepercayaan keluarga Angel membukakan pintu kepadaku. Sudah lama aku tidak melihatnya. Ia terlihat sudah menua. Keriput mulai menyelimuti mukanya yang terlihat suntuk.

Mbok Ina mempersilahkan aku untuk masuk ke dalam. Ia selalu menyambutku dengan ramah. Kemudian aku melangkahkan kakiku ke dalam rumah itu. Rumah yang besar dan tertatah rapi. Tidak lama aku melangkah, terlihat seseorang duduk di pojok tangga dengan muka ketakutan. Tubuhnya yang kurus dan mukanya yang pucat seperti tidak terurus. Aku sangat kaget melihatnya.  Ia terlihat seperti orang yang sakit parah. Ternyata itu Angel. Angel temanku yang kusayang, Ia terlihat seperti tidak mengenaliku. Aku tahu ia begitu sedih, tetapi mengapa sampai seperti ini keadaannya?  

Aku mencoba mendekatinya dan berbicara kepadanya. Sayangnya, Angel mencoba menjauh sebisa mungkin. Ia tidak mengenaliku, teman sebangkunya yang selalu ada di sisinya. Aku bertanya kepada Mbok Ina akan kondisi Angel yang semakin parah ini. Sejak saat itu kuputuskan untuk setiap hari mendatangi Angel dan membantu memulihkan dia dengan kasih sayang yang aku punya sebagai teman baiknya. Aku yakin Angel akan kembali pulih, tentunya dengan kesabaran dan waktu yang relative tidak singkat.


Angel bukanlah orang yang gila, ia hanya seorang korban dari kenyataan takdir yang menyakitkan. Ia hanya belum siap untuk menerima kenyataan bahwa orang yang disayanginya telah tiada untuk selamanya. Waktu tidak terhenti, ia akan terus berjalan. Cepat atau lambat semua orang akan tiada. Tidak ada yang bisa disalahkan, itulah takdir hidup. Siap atau tidak , mau atau tidak ia tidak dapat memberikan pilihan.



Calvina Adrilia